THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

foto ni yang penuh banyak kenangan

Minggu, 19 April 2009

Zwani

zwani.com myspace graphic comments
Graphics for I Love You Comments

Jumat, 17 April 2009

Aku yang Derita Atau Kau yang Sengsara


Perpisahan memang selalu meninggalkan air mata. Puisi yang satu ini betul-betul sangat menyedihkan karena pengorbanan seseorang yang sangat mendalam. Seperti apa kisahnya? Silakan anda baca! --- Aku yang derita atau kau yang sengsara... Dalam melewati episod cerita cinta ini... Kita telah kecundang jua.. Dalam arti kata yang lebih tepat.. Aku tewas.. Aku yang tewas dalam merebut cintamu.. Aku yang tewas dalam mempertahankan cintaku... Aku yang tidak punya kekuatan itu untuk mempertahankannya Dari badai yang melanda... Badai yang paling hebat... Antara derajat dan restu orang tuamu... Kiranya aku yang bersalah.. Kumohon ampun darimu... Kiranya aku yang bersalah, Kurayu seribu kemaafan... Bonda dan ayahandamu tidak merestui cinta kita rupanya... Atau lebih tepat... Antara kita tidak sederajat... Itulah kata-kata ayahanda dan bondamu katakan... Dan aku... Maafkan sekali lagi, aku tidak mampu untuk menahan air mata Ini berlinang di tubir mata ini... Pergilah sayang, Jika ini suratan cinta kita, aku rela... Jika ini yang dikatakan takdir... Aku pasrah... Sayang, Usah berkata begitu... Mereka orang tuamu sayang... Mereka yang menjagamu dari sejak kecil lagi, Mereka yang menatangmu dengan penuh kasih sayang, Merekalah yang telah melimpahimu dengan kemewahanmu... Ingatlah, syurga seorang lelaki wajib berada di bawah telapak kaki ibu untuk selamanya... SELAMANYA,,, Pergilah sayang, Aku tahu kita berdua sengsara.. Kita berdua menderita... Sayang maafkan aku, Dalam tempoh kita melewati kisah percintaan kita ini... Percayalah... Aku bahagia.. Dan aku benar-benar bertuah kerana diberi peluang Untuk merasai kasih sayang itu walaupun hanyalah pinjaman rupanya... Aku yang menderita atau kau yang sengsara..sebenarnya,, Percayala kedua-duanya antara kita menderita dan sengsara... Izinkan aku untuk mengucapkan salam perpisahan dariku yang terakhir sayang....


Selasa, 07 April 2009

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

” Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” ( Al Ahzab : 40 )

Beliau memiliki akhlak yang luhur, dengan kesaksian Rabb semesta Alam :

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيم

” Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” ( Al Qolam : 4 )

Lemah Lembut, tidak keras lagi berhati kasar :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

” Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” ( Ali Imran : 159)

Sangat menginginkan agar manusia mendapatkan hidayah. Beliau nyaris mencelakakan dirinya karena bersedih karena sangat mengharapkan keimanan mereka :

لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

” Boleh Jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman. “ ( Asy Syu’araa’ : 3 )

Oleh karena itu wajib bagi kita mencintai Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam. Bahkan cinta kita kepada Nabi adalah bukti sempurnanya iman kita. Dari Anas radhiallahu anhu , dari Nabi shallallahu alaihi wasalam , bahwasanya beliau shallallahu alaihi wasalam bersabda:

“Tidaklah (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtuanya, anaknya dan segenap umat manusia.” (Muttafaq Alaih)

Bahkan Kita harus lebih mencintai Rasulullah daripada diri-diri kita sendiri. Dalam Shahih Al-Bukhari diriwayatkan, Umar bin Khathab radhiallahu anhu berkata kepada Nabi Shallallahu alaihi wasalam :

“Sesungguhnya engkau wahai Rasulullah, adalah orang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu selain diriku sendiri.” Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda, ‘Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, sehingga aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri’. Maka Umar berkata kepada beliau, ‘Sekarang ini engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.’ Maka Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda, ‘Sekarang (telah sempurna kecintaanmu (imanmu) padaku) wahai Umar.”

Cinta kepada Allah bukan sekedar kata-kata dan bukan sekedar cerita. Demikian pula cinta kepada Rasulullah. Sebagaimana halnya cinta kepada beliau “bukan sekedar dakwah dengan lisan dan tidak pula cukup cinta dengan hati, bahkan harus disertai dengan Ittiba’ (mengikuti dan meniru) kepada Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam, meniti diatas petunjuknya, dan merealisasikan manhaj beliau dalam kehidupan. Sebab cinta itu bukan nada-nada yang dilagukan, bukan kasidah-kasidah yang disenandungkan, dan bukan pula semata-mata kata-kata yang diucapkan. Akan tetapi cinta adalah mentaati Allah dan Rasul-Nya. Ingin tahu bagaimana cara yang benar mencintai Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam ?? Ingin tahu pula bagaimana orang2 sholih mencintai beliau ?? Silahkan pembaca merujuk kepada kitab diatas. Banyak manfaatnya insya Allah.



COBALAH


Cobalah hentikan langkahku
Kau coba lagi hentikan aku

Ku tak pernah tau keinginanmu
Dan tak pernah tau arah hatimu
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
Ku coba pahami langit
Kau cobakan lagi pijaki bumi

Diatas hatiku ku tinggalkanmu
Diatas hatimu kau rendahkan aku

Ku tau semua berubah
Engkaupun tak semua berubah
Kau tanyakan lagi keteguhanku
Dan dapat rasakan kau ragu

Dan coba kau tanya seluruh alam
Apa yang kau tanya kan ku lakukan
Apa yang kau rasa kan kumimpikan
Aku menunggumu di atas hatiku
Dan coba lihat apakah jawabnya
Mungkinkah kau temu di sudut malam
Apa yang kau tanya tlah kulakukan
Aku menunggumu… masih menunggu…


LIRIK LAGU : HIJAU DAUN




" Sepenggal Kisah Remaja"


KISAH SERBA-SERBI
( Sepenggal Kisah Remaja )

Ketika setiap pagi – jam-kerja saya, membuka internet, ada sebuah surat yang
isinya mau mengenal saya. Fans saya di sebuah hotel berbintang di
Yogyakarta. Masih anak muda atau ibu rumahtangga
muda, dengan seorang anak. Umurnya 36 tahun. Katanya pula dia dengan
keluarganya, selalu membaca tulisan saya di berbagai milist. Tulisan saya
memang saya sebarkan di milist apakabar – sastra-pembebasan – sastra-tki –
national-list – budaya-Tionghoa dan banyak lagi. Sekali tulis dalam 14
siaran. Dari salah satu milist itulah dia, Nuning dan keluarganya membacai
tulisan saya.
Dan dia cerita banyak tentang tulisan saya dan keluarganya. Kalau saya tidak
menulis satu dua hari saja – Nuning lalu segera menulis email kepada saya
menanyakan, mengapa Oom hari ini tidak menulis? Saya dan mama menunggu. Ada
apa dengan Oom? Semoga saja Oom selalu sehat dan tak kurang suatu apapun.

Yang saya herankan dari tulisan dan cerita dia, katanya mamanya mengenal
saya ketika sama-sama di sekolah di Jakarta dulu. Berita tentang bagian ini
yang bikin saya agak sakit-syaraf! Siapa mamanya itu – dan di mana ketika
kami masih sekolah itu. Dan Nuning tidak pula menceritakannya dengan lebih
jelas. Kan jadinya saya penasaran! Lalu terjadilah surat menyurat antara
Nuning dan saya. Dan saya lebih penasaran lagi, sebab Nuning seperti
memancing saya.
“Oom kalau Oom mau tahu tentang mama saya……..ada baiknya ketika Oom ke
Indonesia, datanglah ke Yogyakarta. Mama saya sudah saya bilangin kok, dan
mama setuju Oom datang dan ke rumah kami. Nantilah Oom akan tahu dan ingat
semua. Mama juga mengharapkan agar Oom singgah dan kalau sudi – bisa
bermalam di rumah kami. Datanglah Oom ke Yogyakarta “, demikian Nuning.

Sampai ketika itu, Nuning tidak bercerita siapa nama mamanya dan di mana
ketika yang katanya bersama sekolah dengan saya itu. Saya kira, inipun suatu
pancingan agar saya dari dekat mengenal dan berkenalan kembali dengan
keluarga Nuning. Serba gelap. Tetapi serba pancingan agar saya geregetan dan
penasaran mau tahu. Akan halnya kota Yogyakarta – serba sedikit saya
mengenalnya. Tahun 1953 saya mula-mula datang ke Yogyakarta. Dan kami para
pelajar IKPB – Ikatan Keluarga Pelajar Belitung sudah membeli sebuah gedung
buat asrama pelajar Belitung yang banyak belajar di kota Yogyakarta.
Letaknya di Patang Puluhan – dan saya sudah mondar-mandir di kota Yogya
ketika mengurusi asrama yang kami beli itu. Sebuah gedung yang bisa dihuni
belasan sampai likuran anak-anak pelajar. Lalu ketika saya sudah tinggal di
luarnegeri – beberapa kali saya datang ke Yogyakarta – tahun 1993 – 2000 dan
2002. Tapi ketika itu belum ada kisah Nuning dan mamanya ini.

Banyak sekali fans saya yang tersebar di mana-mana. Baik yang di Indonesia
maupun di luarnegeri seperti di Australia – New Zealand – Jepang dan AS
serta Eropa sendiri, Hongkong dan Makao. Setiap hari saya harus menyisakan
waktu barangkan satu dua jam buat membalas surat-surat para penggemar yang
rata-rata 7 surat setiap hari. Dan surat Nuning ini yang bikin saya jadi
syaraf. Siapa mamanya yang dia ceritakan ini. Kalau saja dia sebutkan di
sekolah mana ketika kami bersama dulu itu, tentulah layar dan tirai yang
belum tersingkap itu akan pelan-pelan saya kuakkan dan teliti di mana dan
siapanya.

Ketika tahun 2003 saya keliling Jawa Tengah dan Jawa Timur, saya sempatkan
mencari Nuning di sebuah hotel di Yogyakarta. Nuning seorang ibu muda –
sangat gembira mengetahui saya datang dan betul-betul datang buat anjangsono
ke keluarganya di kota Yogya – terutama menemui ibunya yang katanya teman
saya sesekolah yang entah di mana.
“Mama…mama….Oom sobron betul-betul datang ma……”, sambil Nuning tertawa
sangat gembira menilpun ibunya di rumah.
Dan kami menuju rumahnya di peluaran kota Yogya. Saya deg-degan – bagaikan
mau dipertemukan dengan badan intel atau bagian keamanan buat sebuah
interogasi. Tak lama maka sampailah kami ke rumah keluarga Nuning. Rumahnya
besar dengan pekarangan yang penuh asri dan pepohonan mangga – kedondong –
rambutan – dan rerumputan yang sangat teratur. Tak lama keluarlah seorang
wanita setengah tua – berkacamata – tetapi masih gagah jalannya. Saya
terperanjat sebentar. Lalu berupaya mengingat, siapa wanita ini. Dan
…….memang saya kenal. Tetapi belum mantap ingatan saya. Setelah wanita itu
mendekati saya….nah, spontan kami berpelukan di mana kami ketika itu sudah
rata-rata di atas 60 tahunan.

“Anggun, kamukah ini Anggun……..?”, tanya saya.
“Kamu masih ingat kan, bron? Anak saya si Nuning yang banyak cerita tentang
kamu. Lalu saya juga jadi tertarik dan juga turut membaca tulisanmu. Nah,
masuklah dan duduklah santai-santai”.
Saya lalu ingat banyak dan barulah kini teringat dengan jelas. Terlalu si
Nuning dan juga mamanya ini! Apa sih susahnya menyebutkan di mana ketika
kami sama-sama sekolah dulu itu! Saya lirik si Anggun…dan dia ketawa,
mungkin merasa lucu. Saya juga jadi ketawa, karena merasa lucu dulu itu……..

Ketika kami masih di Taman Madya – Taman Siswa – di Jalan Garuda 25, kami
sama-sama berumah dan tinggal di Kebayoran. Anggun tinggal di Jalan
Ciranjang dan saya tinggal di Jalan Ciomas, Bok Q Kebayoran. Anggun selalu
pergi-pulang dengan mobil – mobil kakaknya. Saya selalu dengan sepeda,
mondar-mandir antara Kebayoran dan Kemayoran – yang jauhnya pergi pulang
barangkali lebih 20 km, setiap hari! Suatu waktu, mobil kakak Anggun dibawa
kakaknya ke Yogyakarta dan Anggun tak ada yang menjemput. Lalu dia datang
kepada saya, minta tolong antarkan ke rumahnya di sama-sama Ci – Ciranjang
dan Ciomas – bertetangga. Saya kebingungan! Sebab sepeda saya tak ada
bagasinya! Tetapi lalu bagaimana Anggun – tak ada yang akan menjemput dan
membawanya. Kami lepas sekolah selalu sesudah jam 21.oo cukup malam bagi
seorang wanita yang rumahnya begitu jauh.

Saya katakan kepada Anggun – tak ada bagasi. Dan Anggun mau dibonceng di
depan, pokoknya bisa pulang ke rumahnya yang sama-sama di Kebayoran blok Q.
Maka kamipun berboncengan, yang Anggun selalu dekat stang. Sesudah empat
hari – kami berdua patungan membeli bagasi sepeda, sebenarnya secara khusus
buat memboncengi Anggun – yang ketika saya bonceng selalu tercium bau
rambutnya yang wangi dan sedap. Saya dan dia dalam usia remaja – belasan
tahun – jadi bukan salah kami – terutama saya – pabila ketika itu berahi
saya membakar-bakar dan Anggun mau memafkan saya. Dan semua ini Anggun yang
menceritakannya kepada Nuning, dan Nuning tertawa terpingkal-pingkal. Hari
itu sampai sore menjelang senja – barulah kami meneruskan perjalanan ke
Solo. Anggun dan Nuning mengajak kami bermalam di rumahnya – tetapi kami
sudah punya rencana yang terperinci.

Tak lupa hari itu lagi-lagi saya minta maaf kepada teman baik saya Anggun
dan Nuning, seorang ibu muda yang sangat menyukai tulisan-tulisan saya.
Anggun tak pernah merasakan saya berlaku kurang-ajar terhadapnya. Mungkin
karena dia juga sedikit banyaknya merasakan apa yang saya rasakan – terutama
bau wangi rambutnya itu – dan gilanya lagi – pabila Anggun tertawa – akan
terlihat lesung-pipinya yang bagus dengan barisan giginya yang putih. Bukan
salah saya ya pabila saya yang ketika itu tengah bergelora usia remajanya –
apapun bisa terjadi. Dan syukurlah = Anggun mengerti dan paham si sobron ini
bukanlah orang suci! Dan kini kami sudah sama-sama tua – tinggal
mengenangkan masa remajanya dulu itu – ketika tahun 1951,- lebih setengah
abad yang lalu,-

Minggu, 05 April 2009